Kiprah Radio Benor FM Di Belantara Jambi

Langit tertutup mendung di pertengahan bulan Desember 2017. Elvidayanti, penanggungjawab Radio Benor 88.8 FM terus mengingatkan penyiar Rimba yang tidak disiplin. “Kamu jemput Betuah sana, “teriak Elvi pada Bedayo. Si Bedayo, remaja Rimba yang baru tiga bulan menjadi penyiar dengan sistem honor, Rp7 ribu per jam siaran. Dalam sebulan, Bedayo dapat mengumpulkan uang Rp200 ribu hingga lebih. Tak lama, Bedayo langsung tancap gas membawa sepeda motor menjemput Betuah.

Suara deru motor Bedayo memekakkan telinga hingga hilang di tikungan jalan. Beberapa menit kemudian, Bedayo kembali membawa rekannya bernama Betuah. Dengan mengenakan sarung hijau bermotif kotak-kotak Betuah bercanda, “Maklum habis sunat, susah jalannya.” Siang itu, studio mulai beraktivitas lagi dengan siaran dalam bahasa Rimba. Lagu pedangdut Via Vallen menjadi pembuka program siaran, dan Orang Rimba di dalam hutan sangat menggemari suara Via—meski tidak memahami bahasanya.

Radio Benor FM dengan motto “Mengedepankan Kearifan Lokal” didirikan dari dana hibah Cipta Media. “Saat itu ikut lomba ide media kreatif dan memenangkannya, “ungkap Elvi. Radio komunitas ini berguna untuk menjembatani Orang Rimba di hutan, Orang Rimba di desa dan warga desa di sekitarnya. Banyak Orang Rimba yang buta aksara, sehingga media radio menjadi penting dalam menyebarkan informasi dan menjangkau Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi.

Ada program Kabaron (pagi) yang menyiarkan informasi tentang Orang Rimba dalam bahasa Indonesia dan bahasa Rimba. Sedangkan Kabaron (siang) menyiarkan informasi tentang aktivitas orang-orang desa di sekitarnya dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Program lainnya yaitu Rimba Kami, sangat disukai Orang Rimba maupun warga desa. Sebab mereka dapat meminta (request) lagu-lagu yang sedang hits untuk diputar di radio.

Bagi generasi tua seperti Tengganai Kedundung Muda, keberadaan radio komunitas sangat bermanfaat, khususnya dalam penyebaran informasi. Bila ada kelompok Orang Rimba mau mengundang sesama Orang Rimba yang jauh ke komunitasnya. Tinggal memberikan panduan kepada penyiar radio, lalu informasi disebarkan. Orang Rimba berduyun-duyun mendatangi undangan Orang Rimba lainnya.

Semisal, bila ada Orang Rimba yang meninggal dunia. Dengan siaran radio cepat tersebar dan diketahui keluarga jauh yang mendengarnya. Tidak hanya kabar orang meninggal dunia, juga kabar orang sakit sampai butuh tenaga bantuan untuk membawa barang-barang saat belangun (proses pindah rumah).

“Dengan adanya radio komunitas ini, kita berjuang agar orang-orang di luar memahami kehidupan Orang Rimba. Dulu orang desa memandang Orang Rimba tidak memiliki pendidikan. Tapi sekarang saling memahami tradisi masing-masing, kalau Orang Rimba membahas hutannya, orang desa bertanya lewat SMS, “jelas Pintak, Penyiar Radio Benor FM.

Orang Rimba sangat mematuhi hak teritorial, itu sebabnya tidak ada konflik antar Orang Rimba. Saat kebakaran hutan pada 2015 lalu, terjadi kerusakan berhektar-hektar kebun karet dan air sungai mengering. Orang Rimba saling membantu, membuat jalan api 2 meter dan kayu-kayu yang mati dipotong. Mereka menyelamatkan kebun karet dan memadamkan api secara bersama-sama.

Melalui siaran Radio Benor FM, dibahas kesulitan Orang Rimba dari krisis air, gejala sakit perut, batuk dan mata pedih—karena kabut asap yang pekat. Bahkan mitigasi bencana sudah dilakukan Radio Benor FM dengan menyiarkan dan mengumumkan agar semua Orang Rimba segera keluar hutan untuk mengungsi. “Saat itu ada bantuan masker, air cooler dan penjernih udara, terutama bagi pengungsi perempuan dan balita, “ujar Elvidayanti.

Kerugian Orang Rimba akibat kebakaran hutan sangat besar, antara lain; terbakarnya kebun karet, tanah-tanah keramat, pohon sialang (penghasil madu), pohon durian, pohon buah-buahan, damar, rotan, tengerisentubung dan lainnya. “Banyak yang terbakar, habis semua, “ujar Tengganai Kedundung Muda.

Tengganai mengeluhkan, Gubernur Jambi lambat bertindak dan tidak bicara tentang nasib Orang Rimba, bahkan tidak memberikan bantuan setelah bencana. “Waktu Menteri Sosial berkunjung, kami Orang Rimba meminta bantuan hak-hak hutan kami yang terbakar habis. Orang Rimba hanya memegang janji saja, “ungkapnya.