Pimpinan Redaksi Perempuan: Patriarkisme, Manajemen Tidak Ramah Gender Menghambat Karir Perempuan di Media

Budaya patriarki yang menempatkan perempuan lebih banyak di ranah domestik telah menghasilkan persoalan beban ganda bagi perempuan yang menghambat karir profesi jurnalis. Masalah menjadi lebih berat lagi ketika manajemen redaksi tidak memiliki kebijakan ramah gender. Itulah beberapa poin penting yang dibahas dalam diskusi terbatas dihadiri para pimpinan media perempuan di Jakarta 6 Maret 2020 bertema “Mendukung Kepemimpinan Perempuan di Media”.  Dihadiri 14 perempuan pimpinan redaksi media nasional, diskusi juga mengarah pada beberapa poin rekomendasi yang diusulkan ke beberapa pihak terkait untuk mendukung semakin banyak perempuan mampu memimpin media.

Para perempuan yang pimpinan media sesaat setelah mengikuti diskusi terbatas bersama PPMN.

Dalam rangka International Women’s Day 2020, PPMN (Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara) bergabung dalam kampanye  internasional Media for Women, M4W mengusung tema khusus untuk Indonesia, ‘Mendorong Posisi dan Kepemimpinan Perempuan di Media’. Beberapa kegiatan dilakukan mulai dari yang bersifat kampanye meningkatkan kesadaran tentang ketimpangan gender di media dan pentingnya kesetaraan gender di media terus didorong dan diupayakan untuk mencapai masyarakat yang setara dan maju. Hingga kegiatan yang melibatkan secara khusus para pengambil kebijakan di media yaitu para pimpinan media perempuan. Berikut adalah ringkasan diskusi dan rekomendasi yang dihasilkan. Apabila menginginkan laporan dan rekomendasi secara lengkap bisa menghubungi email : info@ppmn.or.id.

*****

Ringkasan Hasil Diskusi Terbatas (FGD)

Pimpinan Redaksi Perempuan

Mendukung Kepemimpinan Perempuan di Media”

 

Faktor penghambat posisi perempuan di media

Dalam diskusi kelompok terarah ini, para peserta menyampaikan sejumlah faktor yang menghambat posisi perempuan di media, yaitu:

  1. Budaya patriarki yang masih kuat lalu menghasilkan beban ganda bagi perempuan

Beban ganda ini terjadi karena sistem budaya patriarki yang menghasilkan ketidakadilan gender. Dalam sistem patriarki, laki-laki mendapatkan peran di ranah publik dan sebaliknya perempuan berada di wilayah domestik atau di dalam rumah dan ruang pribadi.

  1. Manajemen dan redaksi yang maskulin serta tidak ramah gender

Tekanan dan jam kerja adalah gambaran umum yang terjadi di media. Lingkungan kerja yang mayoritas mempekerjakan laki-laki kerap menghasilkan kebijakan yang tidak ramah bagi perempuan. Manajemen yang bias gender juga banyak menempatkan perempuan liputan yang ‘soft’ dan ‘wangi’, seperti gaya hidup atau rubrik kecantikan.

  1. Disrupsi digital yang berdampak terhadap masa depan jurnalisme

Disrupsi digital membawa perubahan yang signifikan pada pola-pola kerja di redaksi yang selama ini sudah lama diterapkan. Konsekuensinya, jam kerja jurnalis menjadi lebih panjang. Selain itu, kompetisi untuk menjadi media yang tercepat dalam menyajikan berita juga membuat tekanan dalam bekerja menjadi lebih kuat karena jurnalis kerap berpacu dengan waktu. Jam kerja yang panjang dan tuntutan yang tinggi ini sayangnya belum dibarengi dengan perbaikan insentif. Hal ini mengurangi minat pekerja muda, termasuk pekerja muda perempuan, untuk bergabung dengan perusahaan media.

  1. Tantangan dalam mengelola sumber daya manusia berusia muda (Gen Z)

Manajemen dan redaksi juga dihadapkan pada tantangan yang berbeda dalam mengelola sumber daya manusia yang masuk dalam kelompok Gen Z -kelahiran 1995 hingga 2010-. Jika kantor tidak fleksibel dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan pekerja muda ini, maka redaksi harus bersiap untuk kehilangan para pekerja muda tersebut.

Rekomendasi untuk mendorong kepemimpinan perempuan:

  1. Perusahaan media dan redaksi
  • Menciptakan lingkungan yang lebih ramah terhadap keluarga.
  • Menerapkan kebijakan yang tidak bias gender.
  • Memiliki protokol yang mengatur keselamatan jurnalis dan mengatur perlindungan terhadap jurnalis perempuan dari ancaman kekerasan seksual, baik fisik maupun verbal serta penanganan korban kekerasan seksual.
  • Pelatihan tentang kesetaraan gender.
  • Mentoring atau pendampingan dan pemberian kesempatan untuk mengerjakan project atau memberikan tanggung jawab lebih bagi jurnalis perempuan.
  1. Organisasi lain (organisasi jurnalis, kelompok masyarakat sipil, lembaga pemberdayaan media, universitas)
  • Memperkenalkan jurnalisme dan profesi jurnalis kepada pelajar dan mahasiswa.
  • Pelatihan gender kepada jurnalis dan media, termasuk mempromosikan panduan peliputan yang berkeadilan gender.
  • Kampanye kesadaran gender.
  • Menggencarkan seruan untuk mengkritik peliputan yang bias gender.
  • Advokasi kasus-kasus kekerasan terhadap pekerja media perempuan.