Tim IndonesiaLeaks Raih Udin Award 2019

Pekan pertama di bulan Oktober 2018 menjadi minggu yang sedikit menegangkan. Lima media nasional yang tergabung dalam tim kolaborasi IndonesiaLeaks menerbitkan sebuah laporan investigasi tentang kasus korupsi yang sedang ditangani Komisi Anti Korupsi (KPK). Kasus itu dikenal sebagai skandal Buku Merah. 

Dalam laporannya, lima media nasional yang terdiri dari Tempo.co, KBR, Suara.com, Jaring.id, dan Independen.id mengangkat soal perusakan barang bukti yang dilakukan oleh penyidik KPK. Laporan ini bukan perkara kecil sebab menyeret petinggi di kepolisian. Dua penyidik yang disangkakan melakukan perusakan barang bukti merupakan perwira tinggi polisi yang pernah ditugaskan di KPK. 

Sontak, laporan investigasi Buku Merah menjadi perbincangan publik dan viral di media sosial. Kerja jurnalistik seperti ini bukan tanpa resiko. Ancaman dan teror menghantui media serta jurnalis yang terlibat dalam liputan investigasi ini. Belum lagi para politisi yang menggunakan laporan ini sebagai senjata menjatuhkan lawan politik. Maklum, laporan ini dirilis saat suhu politik dalam negeri sedang meningkat menjelang Pemilu dan Pilpres. 

Kerja keras para jurnalis yang tergabung dalam tim investigasi dan kolaborasi IndonesiaLeaks membuahkan hasil. Publik memberikan apresiasi. IndonesiaLeaks dinobatkan sebagai pemenang dalam Udin Award 2019 tepat pada malam perayaan ulang tahun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang ke-25. 

Sebelum memilih IndonesiaLeaks, para dewan juri yang terdiri dari Arif Zulkifli (Dewan Pers), Puri Kencana Putri (Amnesty internasional Indonesia), dan Joni Aswira (AJI Indonesia) mempertimbangkan sisi profesionalisme, dedikasi pada dunia jurnalistik, dan kronologi kejadian. Selain itu, mereka juga menganalisa setiap kasus secara mendalam.

Salah satu perwakilan Dewan Juri saat membacakan pemenang Udin Award 2019

Menurut juri IndonesiaLeaks, kolaborasi jurnalis dalam platform ini dinilai telah meneruskan spirit udin, wartawan harian Bernas yang gugur ketika menjalankan tugas jurnalistiknya. Tim IndosiaLeaks menghadapi upaya pembungkaman pers gaya baru dan berupaya bertahan meski ditentang. Para jurnalisnya dengan pelbagai cara mencari jalan untuk menghadapi tekanan dari luar dan dalam organisasi media agar tetap menyiarkan liputannnya.

IndonesiaLeaks melakukan kerja kolaborasi yang saling menguatkan, selain juga saling kontrol diantara para anggotanya. PPMN merupakan salah satu lembaga nirlaba yang menginisiasi dan ikut mengawasi  indonesiaLeaks sehingga media  terhindar dari masuknya kepentingan non-jurnalistik dalam liputan media.

Investigasi Buku Merah yang diangkat tim IndonesiaLeaks sangat penting karena menyangkut dugaan perkara korupsi yang hingga kini belum tuntas penanganannya. Dalam pelaksanaannya, terjadi upaya penghentian pemuatan/penyiaran liputan.

Tekanan berupa teror juga dialami oleh anggota konsorsium non jurnalis. Riuhnya respons publik terhadap  liputan  IndonesiaLeaks, juga pernyataan yang bernada mengancam terhadap para jurnalis, mengakibatkan wartawan dalam konsorsium ini mengambil langkah antisipatif dengan pelbagai cara dalam mengamankan diri.

Udin Award sendiri diambil dari kata panggilan wartawan Harian Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin yang meninggal dunia pada 16 Agustus 1996 di Yogyakarta. Udin dianiaya orang tidak dikenal karena berita  korupsi yang ditulisnya pada 13 Agustus 1996, dan meninggal dunia tiga hari kemudian. Sampai saat ini, kasusnya tidak tuntas diusut. Pelaku pembunuhan Udin tak pernah terungkap.

Penghargaan yang diberikan AJI sebagai upaya untuk mendorong kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Melalui Udin Award, AJI ingin memberikan penghargaan kepada jurnalis maupun kelompok jurnalis profesional, dan memiliki dedikasi pada dunia jurnalistik, serta menjadi korban kekerasan.