Riyan Suatrat: Beta merasa punya dasar dan lebih percaya diri untuk mengedukasi masyarakat

Meninggalkan Ambon saat kerusuhan membara tahun 1999, Riyan Suatrat (41 tahun) menghabiskan masa SMA di Makassar. Ia baru kembali ke Ambon pada 2008 dan mencari nafkah sebagai Sales Promotion Girl (SPG) di berbagai perusahan. Setelah hampir sembilan tahun, ia akhirnya bergabung dengan Yayasan Heka Leka Ambon. Pertemuan pertamanya dengan dunia gerakan dan literasi.

Saat di Heka Leka, perempuan yang aktif menulis cerpen ini, juga pernah terlibat dalam perintisan media online Lentera Maluku, yang merupakan asuhan Kumparan. Meski usia media ini singkat, namun ia banyak belajar menulis dan mencari berita. Bekal penting untuk kerja-kerja literasi yang ia lakukan.

Riyan sudah lama kenal Rusda Leikawa, Koordinator Jurnalis Warga Ambon, namun baru terlibat sebagai jurnalis warga April 2022, menggantikan peserta yang tidak aktif. Ia sangat antusias dengan aktivitas jurnalis warga. Ia merasa lebih berkembang, baik secara penulisan maupun kerja-kerja jurnalistiknya.

Saya senang dengan metode pendampingannya, terutama karena ada pertemuan untuk berdiskusi dan mengkritisi tulisan-tulisan yang telah dibuat. Pengelolaan jurnalis warga oleh YPPM Maluku juga terasa lebih professional, dibanding ketika saya di media online sebelumnya,” ujar Riyan riang.

Ia mengaku, sesi yang sangat ia tunggu adalah saat mengkritisi tulisan yang telah dibuat. Sejauh ini, fokus isu yang ia angkat berkisar pada topik kebebasan berekspresi serta kekerasan terhadap perempuan dan anak. Salah satu tulisannya yang terbit berjudul Dilema Kebebasan Berekspresi di Bawah Intaian UU ITE di Maluku.

Sebagai pegiat literasi, Riyan cukup aktif menggunakan media sosial. Ia mengaku sudah lama resah dengan berbagai hate speech, informasi tidak jelas, dan betapa mudah orang-orang menyebarkannya. Ia ingin sekali mengedukasi masyarakat agar lebih bijak dalam memanfaatkan media sosial.

Bak gayung bersambut, ia mendapat jawaban atas kegelisahannya setelah mengikuti berbagai sesi diskusi dan pendampingan yang dilakukan oleh YPPM dan PPMN. Riyan baru pertama kali mendapatkan pemahaman komprehensif mengenai isu hoaks, bagaimana meresponnya dan melakukan kampanye antihoaks setelah bergabung sebagai jurnalis warga.

Perubahan dalam cara berpikir dan bertindak adalah hal terbesar yang ia rasakan. Jika dulu informasi ditelan mentah-mentah, sekarang harus ada verifikasi. Verifikasi adalah kunci agar tidak menjadi korban dan pelaku penyebaran hoaks.

“Selain itu, beta merasa punya dasar dan lebih percaya diri untuk mengedukasi masyarakat. Jika dulu hanya bilang untuk jangan langsung percaya, sekarang beta bisa kasih alasannya.” lanjutnya.

Riyan berharap pelatihan antihoaks yang ia dapat bisa juga menyasar seluruh lapisan masyarakat di Ambon, termasuk warga di wilayah tempat tinggalnya. Kegiatan di level kampung menurutnya akan menjangkau lebih banyak orang dari berbagai latar belakang.

Ia percaya semakin banyak orang yang disadartahukan di berbagai lapisan masyarakat, akan semakin beragam aktor yang dapat terlibat dalam upaya mengedukasi masyarakat untuk melawan hoaks.